Thursday, April 30, 2009

PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH


A. KONSEP OTONOMI DAERAH

Bila memperhatikan asal katanya, Sarundajang (2000:33) menjelaskan bahwa Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinal adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence . Dalam hal ini dapat diartikan bahwa inti dari otonomi mengandung 2 ciri hakikat dari otonomi yakni legal self sufficiency ( Mencukupi kebutuhan sendiri secara sah) dan actual independence (Tidak bergantung pada yang lain). Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, menurut Sarundajang (2000:33) berarti Self Government (Pemerintahan Sendiri) atau the condition of living under one’s own laws (suatu kondisi dimana hidupnya diatur oleh peraturan yang dibuatnya sendiri). Dengan demikian dapat diartikan bahawa Otonomi Daerah berarti “ ..mencukupi kebutuhan hidupnya melalui pemerintahan sendiri yang diatur oleh peraturan yang dibuatnya sendiri”. Karena itu, otonomi lebih menitikberatkan aspirasi dari pada kondisi.
Menurut Kusumahatmadja (1979) yang dikutif oleh Sarundajang (2001:33-34) bahwa dalam perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundang-undangan (regeling), juga mengandung arti “Pemerintahan” (bestuur). Dalam literature Belanda, otonomi berarti pemerintahan sendiri (zelfregering) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas zelfwetgeving (membuat undang-undang sendiri), zelffuitvoering (melaksanakan sendiri), zelfrechtspraak (mengadili sendiri), dan zelfpolitie (menindaki sendiri). Namun demikian dalam implementasinya otonomi daerah yang dimaksudkan serba sendiri, tidak demikian adanya. Melainkan ada pembatasan-pembatasan tertentu yang itu merupakan kewenangan pemerintah pusat (National Government).

Berdasarkan pemahaman di atas, Sarundajang (2000:34-35) menjelaskan hakikat dari otonomi daerah meliputi :
Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada Daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian daerah: penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan Pemerintah (pusat);
Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya diluar batas-batas wilayah daerahnya;
Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.

Pengertian otonomi seperti dikemukakan tersebut, pada hakekatnya lebih menekankan pada kemampuan sumberdaya yang dimiliki daerah. Daerah diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Untuk meweujudkan apaa yang dikehendaki oleh daerah otonom maka telah ditetapkan prinsip dalam otonomi daerah. Berdasarkan konsep yang diuraikan dalam UU No. 32 Tahun 2004 diuraikan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dalam penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Artinya otonomi daerah dilaksanakan semata-mata ditujukan untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan masyarakat di daerah. Pada akhirnya percepatan pencapaian derajat kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan.

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa walaupun otonomi daerah dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintahan daerah, namun tetap pemerintah pusat masih terlibat dalam hal penentuak beijakan makro strategis. Tujuannya adalah agar tetap terjaga integritas dari daerah otonom sebagai bagian dari pemerintahan Negara Republik Indonesia. Karena pada dasarnya otonomi daerah dilaksanakan tidak untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun otonomi daerah merupakan salah satu strategi penyelenggaraan pemerintahan yang lebih mengedepankan kemandirian daerah dan partisipasi masyarakat.

B.JENIS-JENIS OTONOMI DAERAH

Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai pelaksanaan atas apa yang menjadi tugas yang ada pada daerah atau harus dikerjakan oleh daerah. Adapun tugas daerah itu dalam istilahnya adalah kewenangan implicit dimana didalamnya adalah ‘kekuasaan/macht’ (bevoedhewiden), hak (recht) atau kewajiban (plicht) yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya. Pada dasarnya kewenangan itu diatur dan tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Artinya diatur mana saja yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat danm Mana saja yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.

Secara teori, menurut Sarundajang (2001:38-40) dalam perkembangan yang terjadi pada berbagai negara di belahan dunia, otonomi daerah dibagi menjadi 5 jenis sebagai berikut:

Otonomi Organik (Rumah tangga Organik)
Otonomi ini mengatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi atau daerah otonom. Dengan Kata Lain, urusan-urusan yang menyangkut kepentingan-kepentingan daerah diibaratkan sebagai organ-organ kehidupan yang merupakan suatu sistem yang menentukan mati hidupnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kewenangan untuk mengurus berbagai urusan yang vital, akan berakibat tidak berdayanya atau ‘matinya’ daerah.

Otonomi formal (Rumah tangga Formal)
Dalam konsep otonomi formal, mengandung pengertian bahwa apa yang menjadi urusan otonom itu tidak dibatasi secara positif. Satu-satunya pembatasan ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa yang telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi. Dengan demikian Daerah Otonom lebih bebas mengatur urusan rumahtangganya, sepanjang tidak memasuki ‘area’ urusan pemerintah pusat.

Otonomi Material (rumah tangga material/substantif)
Dalam pengertian ini kewenangan daerah dibatasi secara positif yaitu dengan menyebutkan secara terperinci dan tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusinya. Dalam otonomi material ini ditegaskan bahwa untuk mengetahui apakah suatu urusan menjadi urusan rumah tangga sendiri, harus dilihat pada substansinya. Artinya apabila suatu urusan pada substansinya dinilai dapat menjadi urusan pemerintah pusat, maka pemerintah local yang mengurus rumah tangga sendiri pada hakikatnya tidak akan mampu menyelenggarakan urusan tersebut.

Otonomi riil (Rumah Tanggal Ril)
Merupakan gabungan dari otonomi formal dan otonomi material. Dalam hal ini kepada pemerintah daerah diberikan wewenang sebagai wewenang pangkal dan kemudian ditambah dengan wewenang lain secara bertahap, dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Pada prinsipnya otonomi riil menyatakan bahwa penentuan tugas pengalihan atau penyerahan wewenang tersebut didasarkan pada kebutuhan dan keadaan serta kemampuan daerah yang menyelenggarakannya.

Otonomi Nyata, Bertanggungjawab dan Dinamis
Artinya otonomi daearah adalah hak, wewenang dan kewajiban daearah untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini disebut sebagai implementasi dari Desentralisasi fungsional, artinya kepada daerah diserahi suatu hak, wewenang, kewajiban, untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi pemerintahan di bidang tertentu.

C. URGENSI PEMBERIAN OTONOMI DAERAH

Pada dasarnya pemberian otonomi kepada daerah bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur, dan ditujukan untuk pemberian, pelimpahan, dan penyerahan sebagian tugas-tugas pemerintahan.
Kaitannya dengan tujuan hakiki dari Otonomi Daerah, Sarundajang menjelaskan bahwa setidak-tidaknya terdapat 4 aspek tujuan dari otonomi daerah sebagai berikut:

Dari aspek politik, adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah.

Dari aspek manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan dayaguna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.

Dari aspek kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak bergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya.

Dari aspek ekonomi pembangunan, otonomi daerah adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.
Keempat aspek yang dikemukakan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaannya. Antara aspek politik, aspek pemerintahan, aspek kemasyarakatan dan aspek pembangunan adalah merupakan bagian yang menjadi fungsi pemerintahan. Dalam hal tersebut pememrintah dan pemerintah daerah akan senantiasa memperhatikan keempat aspek dalam implementasi penyelenggaraan otonomi daerah.

D. ASPEK SUBSTANTIF OTONOMI DAERAH PADA DAERAH OTONOM KABUPATEN DAN KOTA

Berdasarkan orientasi cara pandang yang mengedepankan aspek “kewenangan daerah” sebagai faktor terpenting, beberapa aspek substantif sebagai indikator kesiapan pelaksanaan pemerintahan daerah otonom antara lain menekankan pada kesiapan aparatur pemerintah Daerah. Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh Aparat Pemerintah Daerah antara lain :

1. Tersedianya rincian kewenangan minimal yang wajib dilaksanakan oleh daerah otonom beserta kegiatan-kegiatan yang menyertai.
Rincian bidang kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Rincian atas kewenangan tersebut menjadi sangat penting dan bersifat mendasar, karena akan digunakan untuk:
a. menyusun organisasi perangkat daerah;
b. mengetahui jumlah pegawai yang dibutuhkan secara riil untuk mengisi formasi yang tersedia;
c. mengetahui jumlah kebutuhan sarana dan prasarana (perlengkapan) kerja; dan
d. mengetahui jumlah kebutuhan biaya untuk pelayanan minimal, serta kebutuhan operasional fungsi-fungsi lain dan pengembangannya.
e. Hal yang ideal perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun mengenai rincian kewenangan minimal tersebut sebaiknya melibatkan beberapa pakar dari Perguruan Tinggi atau tenaga ahli lainnya yang kompeten di bidangnya.

2. Disain Organisasi Perangkat Daerah.
Sebagai dasar penyusunan adalah rincian kewenangan minimal yang disesuaikan dengan karakter, kebutuhan dan kemampuan daerah. Penyesuaian terhadap karakter dan kebutuhan daerah ini penting untuk membedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Misalnya: bagi daerah-daeraha pedalaman yang sebagian besar arealnya berada di daerah pegunungan atau perkebunan, tentu tidak memerlukan Dinas Perikanan dan Kelautan. Daerah-daerah berkarakter kota berbeda dengan daerah-daerah yang berkarakter Kabupaten, sehingga kebutuhan dan jenis Dinas Daerahnya kemungkinan juga berbeda. Di Kota Bekasi Jawa Barat mungkin butuh Dinas Pemakaman, tetapi tidak demikian halnya bagi Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam mendisain organisasi perangkat daerah, diperlukan kemampuan, keseriusan dan kejernihan berpikir dan tidak terburu-buru sehingga hasilnya bisa obyektif sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terdapat kecenderungan yang terjadi bahwa terdapat pejabat dan staf yang ikut serta dalam penyusunan dan pembahasan akan berpikir takut kehilangan tempat yang saat itu didudukinya, sehingga diragukan obyketivitasnya . Karena itu dalam penyusunan disain organisasi perangkat daerah, menjadi prlu melibatkan masyarakat, Perguruan Tinggi dan Para Ahli yang lebih independen.

3.Daftar Kebutuhan Pegawai.
Dengan tersusunnya organisasi perangkat daerah, dapat diketahui jumlah serta rincian kebutuhan pegawai yang akan ditempatkan dalam organisasi tersebut (staffing continue organizing). Daftar kebutuhan pegawai ini meliputi seluruh unit dari yang paling atas sampai yang paling bawah, beserta jenis kualifikasi kemampuan yang dimiliki atau spesifikasi latar belakang pendidikannya . Dalam pengaturan dan penempatan pegawai, harus tetap mengacu pada norma, standar, dan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Daftar Kebutuhan Sarana dan Prasarana (Perlengkapan) yang dibutuhkan.
Memuat beberapa kebutuhan antara lain: gedung, ruang perkantoran, fasilitas kerja, kendaraan dinas operasional, dan sebagainya, sebagai konsekuensi ditetapkannya unit kerja beserta jumlah pegawainya.

5. Perkiraan kebutuhan biaya untuk melaksanakan kewenangan wajib minimal, dalam satu tahun anggaran.
Perkiraan ini diutamakan pada sisi kebutuhan anggaran rutin secara keseluruhan, termasuk didalamnya kebutuhan untuk melaksanakan pelayanan minimal.

Beberapa aspek substantif tersebut disusun sesuai visi, misi, dan strategi yang dituangkan dalam konsep secara utuh dan bulat sebagai bentuk kesiapan dalam menghadapi pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga dalam implementasi otonomi daerah harus betul-betul memperhatikan pada kemampuan dan komitmen pihak-pihak pemangku kepentingan dalam pemerintahan daerah. Keutuhan dalam implementasi otonomi daerah sangat membutuhkan adanya kemampuan aparatur pelaksana terutama dari Kepala Daerah beserta unsure birokrasi pemerintah daerah dan Lembaga DPRD sebagai perumus kebijakan peraturan daerah.

E. SENDI-SENDI UTAMA DALAM OTONOMI DAERAH

Pokok-pokok kebijakan otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah setidaknya mengandung sendi-sensi utama sebagai pilar penyangga keberhasilan pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sendi-sendi tersebut antara lain :sharing of power, distribution of income, dan empowering.

1. Sharing of Power dalam Kewenangan
Dalam pembagian kewenangan, antara pusat dan daerah, UU Otonomi daerah menggunakan teori residu. Pemerintah memegang 5 kewenangan yakni kewenangan bidang politik, pertahanan keamanan, peradilan, moneter fiscal serta agama. Selain 5 kewenagan ini, masih ada kewenangan pusat lainya yakni kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembanguanan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, system dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM), Pendayagunaan Sumber Daya Alam (SDA) serta teknologi strategis, konservasi dan standarisasi nasional.Kewenangan kabupaten/kota meliputi kewenangan wajib dan kewenangan yang bukan wajib. Kewenangan wajib ada sebelas kewenangan. Dikatakan kewenangan wajib karena seluruh daerah dan kabupaten dan daerah kota harus dapat melaksanakan kewenangan tersebut. Bila ada daerah yang tidak mampu melaksanakannya ada tiga alternatif yakni :
a. Kewenangan itu kembali pada daerah propinsi.
b. Daerah yang tidak mampu tersebut dimerger dengan daerah lain.
c. Daerah yang tidak mampu tersebut dihapuskan.

Kewenangan yang bukan wajib adalah selain kewenangan wajib yang tecantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang nyata-nyata ada di daerah. Dalam hal ini tergantung kejelian daerah dalam melihat daerahnya sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing. Semua kewenangan itu baik yang wajib maupun yang tidak wajib harus diatur dalam Perda. Demikaian pula dengan dinas yang akan melaksanakan kewenagan itu harus dijabarkan dalam Perda.

2. Distribution of income pada PAD
Dalam pemerataan pendapatan ini dilaksanakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004, setidaknya mengenal 4 model pembagian pendapatan yakni :
1) 100 % untuk pemerintah daerah dan 0 % untuk pemeritah pusat. Ini berlaku untuk PBB dan seluruh biaya yang berkaitan dengan tanah.
2) 80 % untuk pemeriatah pusat dan 20 % untuk pemerintah daerah. Ini berlaku untuk pertambangan minyak dan gas bumi.
3) 80 % untuk pemerintah daerah dan 20 % untuk pemerintah pusat. Ini berlaku untuk pertambangan lainnya selain minyak dan gas bumi.
4) 50 % untuk pemerintah pusat dan 50 % untuk pemerintah daerah, Ini berlaku untuk hasil perkebunan,pertanian, kehutanan dan perikanan.
Dana ini akan diratakan secara seimbang kepada daerah dalam bentuk dana alokasi khusus.

3. Empowering (Pemberdayaan Daerah)
Dalam pelaksanaan otonomi yang luas, harus dilakukan pemberdayaan rakyat daerah. Pemberdayaan ini ditujukan untuk :
1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dan
2) Meningkatkan demokratisasi dalam kehidupan masyarakat daerah.
Sehubungan dengan rakyat daerah diwakili DPRD, Maka DPRD inilah yang diberdayakan pertama kali. Inilah sebabnya DPRD memiliki kewenangan yang sangat dominan dalam proses pemerintahan daerah. Tugas dan wewenang DPRD meliputi :
· Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama;
· Membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan kepala Daerah;
· Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peratutan Daerah dan peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
· Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah Kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan Kepada menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota;
· Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah;
· Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasionaldi daerah;
· Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
· Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
· Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
· Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah;
· Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Disamping tugas dan wewenang tersebut DPRD masih memiliki hak-hak sebagai berikut :
1) Mengajukan rancangan Perda;
2) Mengajukan pertanyaan;
3) Menyampaikan usul dan pendapat;
4) Memilih dan dipilih;
5) Membela diri;
6) Imunitas
7) Protokoler; dan
8) Keuangan dan administrative.

Lebih jauh konsep pemberdayaan juga menyangkut pemberdayaan sumberdaya birokrasi pemerintahan daerah. Dalam hal ini aparatur pemerintah daerah juga harus terus ditingkatkan kemampuannya. Agar antara DPRD dalam bidang legislatif dan Pemerintah Daerah dalam bidang eksekutif terjadi keseimbangan yang harmonis. Pada tataran implementasi, terutama terjkait dengan program pembangunan, maka pemberdayaan lebih ditujukan pada kemampuan masyarakat. Dalam hal ini kemandirian masyarakat menjadi tujuan utama. Pemerintah daerah tidak lagi berperan sebagai pelaksana utama, melainkan masyarakat yang dituntut untuk lebih berperan. Dengan demikian tujuan ideal dari otonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dapat lebih cepat terwujud.

No comments:

Post a Comment