A. URGENSI PEMERINTAHAN DAERAH
Secara umum pemerintahan yang diselenggarakan mempunyai dua fungsi utama, yaitu: fungsi pengaturan (regulation) dan fungsi pelayanan (services). Dalam kaitannya dengan dua fungsi tersebut, menurut Sarundajang (2000:16) suatu negara, bagaimanapun bentuknya dan seberapapun luasnya wilayah, tidak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan secara sentral (terpusat) secara terus menerus. Keterbatasan kemampuan pemerintah menimbulkan konsekuensi logis bagi distribusi urusan-urusan pemerintahan negara kepada pemerintah daerah.
Dalam Negara-negara Federal seperti dikemukakan oleh Mass (1961) yang dikutif oleh Sarundajang (2000:16-17) bahwa urusan-urusan sisa dari pemerintah sentralnya diserahkan kepada pemerintah negara bagian dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan umum. Negara-negara bagian tersebut menyelenggarakan pemerintahan secara local self government dengan sedikit urusannya bersifat local state government.
Salah satu faktor yang menyebabkan telah mendorong peningkatan distribusi kewenangan pusat kepada daerah ialah berkembangnya sistem komunikasi yang cepat dan langsung, transportasi yang lebih baik, meningkatnya profesionalisme, tumbuhnya asosiasi-asosiasi, pelayanan menjadi lebih baik, dan tuntutan masyarakat yang semakin gencar akan pelayanan yang cepat dan berkualitas. Beberapa hal tersebut turut menciptakan semakin perlunya penyelenggaraan pelayanan pemerintahan umum di tingkat Daerah.
Dilihat dari potensi yang dimiliki oleh daerah, maka hal tersebut menjadi tuntutan untuk semakin dioptimalkan penggalian dan pemanfaatannya. Hal tersebut menjadi perlu dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat Daerah. Kondisi tersebut jelas menghendaki dilaksanakannya Pemerintahan Daerah. Kaitannya dengan Pelaksanaan Pemerintahan di Daerah, Sarundajang (2001:21-24) menguraikan bahwa terdapat beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan antara lain: 1) Alasan Sejarah, 2) Alasan Situasi dan Kondisi Wilayah, 3) Alasan Keterbatasan Pemerintah, dan 4) Alasan Politis dan Psikologis.
Alasan Sejarah, Dalam hal ni keberadaan pemerintahan daerah di Indonesia sudah dikenal sejak zaman dahulu ketika pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh nenek moyang kita. Ketika memasuki masa penjajahan kolonoalisme oleh Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris maupun jepang, pemerintahan daaerahpun tetap dilaksanakan dalam konteks yang berbeda. Misalnya ada konsep, dusun, kampung, desa, negeri dan lain-lain sampai pada pemerintahan tertinggi.
Apabila memperhatikan perkembangan sejarah di Indonesia, maka kita akan melihat tingkat perkembangan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1945 merupakan awal dari diberlakukannya aturan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Lantas dalam perkembangan selanjutnya kita bisa melihat UU tentang pemerintahan daerah seperti : UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 44 Tahun 1950, UU No. 1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004. Sejumlah UU tersebut merupakan hasil perkembangan dan pertimbangan sejarah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Bila memperhatikan rentetan sejarah tersebut, maka urgensi dan alasan mengapa pemerintahan daeraha dilakukan lebih disebabkan oleh eksistensi pemerintahan daerah yang berkembang dari masa ke masa.
Alasan Situasi dan Kondisi Wilayah, hal tersebut lebih ditekankan pada kondisi obyektif secara geografis negara Indonesia. Heterogenitas secara geografis dan budaya masyarakat Indonesia menghendaki adanya pengaturan yang baik sehingga semua kepentingan masyarakat daerah dapat terakomodir secara adil. Berbagai potensi dan permasalahan pada masyarakat di berbagai wilayah memerlukan penanganan segera dan didasarkan pada kemampuan masing-masing daerah. Dengan demikian maka berdasarkan kondisi obyektif situasi dan wilayah masyrakat di Indonesia menghendaki adanya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan pendekatan Otonomi Daerah yang mengutamakan kemampuan daerah menjadi diperlukan.
Alasan Keterbatasan Pemerintah, dalam hal ini keterbatasan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintahan. Karena luasnya wilayah dan beranekaragamnya tingkat permasalahan masyarakat, maka tidak mungkin dalam waktu cepat dapat ditangani secara tersentral oleh pemerintah pusat. Itu artinya menjadi perlu diadakannya pemerintahan daerah. Komitmen seluruh elemen bangsa untuk berpihak pada kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat merupakan agenda yang menjadi prioritas. Adanya keterbatasan pemerintah pusat inilah yang menjadi salah satu pendorong mengapa penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi perlu.
Alasan Politis dan Psikologis, ini lebih erkait dengan semangat UUD 1945. Sarundajang (1999:24) menjelaskan bahwa ketika UUD 1945 dalam masa penyusunan, maka pandangan yang menonjol pada saat itu adalah wawasan integralistik dan demokratis serta semangat persatuan dan kesatuan nasional. Semangat dan motivasi inilah yang menjadi pendorong pentingnya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bagi Sarundajang, alasana politis dan psikologis ini menjadi tepat, karena sejarah telah membuktikan bahwa kondisi yang luas dan tingkat permasalahan yang demikian kompleksnya membutuhkan persatuan dan kesatuan . Dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa, maka daerah yang satu akan merasa sebagai bagian dari daearah yang lain, dan merupakan suatu kesatuan. Pembentukan dan pembinaan pemerintahan daerah adalah sarana efektif yang memungkinkan semangat persatuan dan kesatuan tetap terjaga.
Berbagai alasan di atas menjadi pokok utama bagi tetap perlunya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Komitmen yang kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diperlukan untuk mewujudkan tujuan ideal penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk hal tersebut maka dalam UU No. 22 Tahun 1999 telah diatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berbagai kekurangan dalam UU tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua UU Pemerintahan Daerah tersebut merupakan kebijakan yang memperhatikan betapa kualitas pelaksanaan pemerintahan daerah melalui konsep otonomi daerah menjadi tuntutan yang mendesak.
Namun, dalam UU No 32 Tahun 2004 pun nampak masih ada kelemahannya terutama terkait dengan pemilihan kepala daerah langsung (PILKADA) dan Pemerintahan Desa. Aspek lainnya juga masih ada kelemahannya , terkait dengan pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yang masih terkesan hanya menyangkut perimbangan keuangan saja. Kondisi ini menghendaki evaluasi dan penyempurnaan paket UU Pemerintahan Daerah.
B. JENIS-JENIS PEMERINTAHAN DAERAH
Secara luas jenis Pemerintahan Daerah menurut Sarundajang (2001:25) terbagi menjadi dua, yaitu: pemerintahan local administrative atau local state government dan pemerintahan local yang mengurus rumahtangganya sendiri atau local self government. Pemerintah Daerah dibentuk berdasarkan Undang-undang dan sekaligus di dalamnya ditetapkan juga batas-batas kewenangannya. Dalam hal ini UU memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam berbagai hal, misalnya pengaturan dan pengelolaan kewenangan urusan, penggalian sumber pendapatan dan pengelolaan pembiayaan daerah. Konsep yang serba sendiri dan diatur berdasarkan UU ini, disebut sebagai otonomi. Dalam hal pemerintahannya disebut sebagai Pemerintah Daerah Otonom.
Untuk memahami lebih mendalam mengenai konsep otonomi, menurut Sarundajang (2001:26) kita mesti memahami pengertian ini dari sisi arti otonomi itu sendiri. Istilah otonomi berasal dari kata autonomi, kata ini secara etimologis berasal dari kata autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti perintah. Secara harpiah kata otonomi ini dapat diartikan sebagai memerintah sendiri.
Dalam konsep yang lebih luas, otonomi dalam pembahasan pemerintahan di daerah, maka pengertian Otonomi Daerah menurut Sarundajang (2001:27) adalah “hak , wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan Daerah Otonom dapat diartikan sebagai : Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku”.
Ciri-ciri dari local self government atau pemerintahan local (daerah) yang mengurus rumah tangganya sendiri menurut Sarundajang (2001:27) yaitu:
Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah dijadikan urusan rumahtangga sendiri, oleh sebab itu urusan-urusannya perlu ditegaskan secara terperinci.
Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat perlengkapan yang seluruhnya bukan terdiri dari para pejabat pusat, tetapi pegawai pemerintah daerah.
Penanganan segala urusan seluruhnya diselenggarakan atas dasar inisiatif atau kebijaksanaan sendiri.
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang mengurus rumah tangga sendiri adalah hubungan pengawasan saja.
Seluruh penyelenggaraannya pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan sendiri.
Pada sisi yang lain local state government diterjemahkan sebagai Pemerintahan wilayah. Terbentuknya local state government adalah sebagai konsekuensi dari penerapan azas dekonsentrasi. Adanya pemerintahan wilayah administrative atau pemerintah local administrative dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan di daerah adalah sebagai wakil pemerintah pusat di daerah tau National Government.
Jadi, Pemerintah wilayah Administratif hanya bertugas menyelenggarakan perintah- perintah atau petunjuk-petunjuk dari pemerintah pusat. Dalam Kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, maka tetap bertanggungjawab kepada yang menugaskan yaitu Pemerintah Pusat.
Boleh tau daftar pustakanya juga gak pak?
ReplyDeleteSama, daftar pustaka juga :D
ReplyDeleteSemestinya jangan tanggung tanggung memberikan kewenangan pusat kepada daerah agar tidak gendeng ceweng...
ReplyDelete